Selasa, 09 April 2013

Hukum Perikatan


1. Pengertian hukum perikatan
Hukum perikatan adalahHubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Hukum perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).
2. Dasar hukum perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber, yaitu :
1.      Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.      Perikatan yang timbul undang-undang.
3.      Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
3. Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata :
a.      Asas kebebasan berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Dengan demikian, cara ini dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan norma kesusilaan

b.      Asas konsensualisme
Azas ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
  1. Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri.
  2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
  3. Mengenai suatu hal tertentu.
  4. Suatu sebab yang halal.
4. Wanprestasi dan akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yaitu :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
3. Peralihan Risiko

5. Hapusnya perikatan
Perikatan dihapuskan jika memenuhi kriteria-kriteria dalam Pasal 1381 KUH Perdata. Ada beberapa cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela;
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c. Pembaharuan utang;

Sumber :
Sari, Kartika Elsi.2008. HUKUM DALAM EKONOMI. Jakarta: Grafindo Persada

HUKUM PERDATA


1. Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah campuran dari hokum-hukum eropa, hokum agama, dan hokum adat. Sebagian besar hokum yang dianut di Indonesia adalah hokum eropa continental, khususnya Belanda, ini disebabkan oleh sejarah bangsa Indonesia yang selama 350 tahun yang dijajah oleh Belanda.  Hukuk perdata ini awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek. Hukum agama di anut karena sebagian besar masyarakat Indonesia beragama islam, maka hokum di dominasi oleh syariat-syariat islam, terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan, dan pembagian harta warisan.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab UU Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
2. Pengertian dan Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Hukum perdata adalah hukum atau ketentuan yang mengatur hak-hak antara individu-individu di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk atau masih beraneka ragam di setiap daerah. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor, Faktor ini antara lain :
1.      Faktor etnis
Hal ini disebabkan oleh keanekaragaman suku bangsa di Indonesia
2.      Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan, yaitu :
a)      Golongan eropa
b)      Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c)      Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
3. Sejarah singkat hukum perdata
Hukum perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah hukum perdata eropa. Di eropa kontinental berlaku hukum perdata romawi, disamping adanya hukum tertulis dan hukum kebiasaan tertentu.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah hukum perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “ Code Civil de Francis” yang juga dapat disebut “Cod Napoleon”. Sebagai petunjuk penyusunan “Code Civil” ini digunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothis. Disamping itu juga dipergunakan hukum bumi putera lama, hukum jernoia dan hukum “Cononiek. Code Napoleon” ditetapkan sebagai sumber hukum di belanda setelah bebas dari penjajahan prancis.
Setelah beberapa tahun kemerdekaan, bangsa memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari hukum perdata. Dan tepatnya 5 juli 1830 kodivikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dn WVK (Wetboek Van Koopandle) ini adalah produk nasional-nederland yang isinya berasal dari “Code Civil des Prancis” dari “Code de Commerce.”
4. Sistematika hukum perdata di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata di Indonesia menurut ilmu pengetahuan ada 4 bagian, yaitu :
a. Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)
b. Hukum Keluarga (familierecht)
c. Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)
d. Hukum Waris(erfrecht)

Sumber :