1. Pengertian hukum perikatan
Hukum perikatan adalahHubungan
hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena
perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Hukum perikatan itu terdapat dalam bidang
hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang hukum keluarga (family
law), dalam bidang hukum waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi
(personal law).
2. Dasar hukum perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan
KUH Perdata terdapat tiga sumber, yaitu :
1.
Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.
Perikatan
yang timbul undang-undang.
3.
Perikatan
terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
3. Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perjanjian
diatur dalam Buku III KUH Perdata :
a. Asas
kebebasan berkontrak
Dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang
menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para
pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Dengan demikian, cara ini
dikatakan ‘sistem terbuka’, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para
pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjiannya dan sebagai
undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat
tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan
norma kesusilaan
b. Asas
konsensualisme
Azas
ini berarti, bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat
antara pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu
formalitas.
Dalam
Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat
adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yaitu :
- Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri.
- Cakap untuk membuat suatu perjanjian.
- Mengenai suatu hal tertentu.
- Suatu sebab yang halal.
4. Wanprestasi dan akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah
satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari
wansprestasi bisa berupa empat kategori, yaitu :
1. Tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang
dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan
tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat wansprestasi berupa
hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi, dapat
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Membayar Kerugian yang
Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
2. Pembatalan Perjanjian atau
Pemecahan Perjanjian
3. Peralihan Risiko
5.
Hapusnya perikatan
Perikatan dihapuskan jika
memenuhi kriteria-kriteria dalam Pasal 1381 KUH Perdata. Ada beberapa cara
penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a. Pembayaran merupakan setiap
pemenuhan perjanjian secara sukarela;
b. Penawaran pembayaran tunai
diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
c. Pembaharuan utang;
Sumber :
Sari, Kartika Elsi.2008. HUKUM
DALAM EKONOMI. Jakarta: Grafindo Persada